Pangdam XXIII/Palaka Wira raih gelar Doktoral di Universitas Indonesia Angkat Konflik di Papua: Reorientasi Pendekatan Melalui Penyelesaian Akar Masalah”

  • Whatsapp

JAKARTA-MEDIA ONLINENEWS .ID//Konflik Papua yang telah berlangsung selama puluhan tahun membutuhkan cara pandang baru yang lebih komprehensif. Tidak semata-mata dipahami sebagai persoalan keamanan, tetapi sebagai persoalan multidimensi yang menuntut penyelesaian menyeluruh hingga ke akar masalah.

Gagasan tersebut disampaikan Mayjen TNI J. Binsar P. Sianipar Pangdam XXIII/Palaka Wira dalam disertasi yang dipertahankannya pada Sidang Terbuka Program Doktor Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia (SPs UI). Disertasi berjudul “Resolusi Konflik di Papua: Reorientasi Pendekatan Melalui Penyelesaian Akar Masalah” ini menawarkan perspektif transformatif mengenai arah pembangunan perdamaian Papua yang berkelanjutan, Selasa (30/12/2025)

Muat Lebih

Dalam risetnya, Mayjen TNI J. Binsar P. Sianipar menggunakan kerangka teori Morphogenesis dari Margaret Archer serta Strategic Action Fields dari Neil Fligstein dan Doug McAdam. Kedua teori tersebut kemudian dikontekstualisasikan dalam konsep morfogenesis komunal Papua, yang menempatkan masyarakat adat, gereja, serta lembaga representatif Papua sebagai aktor utama perubahan, bukan sekadar objek kebijakan negara.

Memahami Kompleksitas Konflik Papua
Disertasi ini mengidentifikasi konflik Papua sebagai konflik multidimensi yang berakar pada sejarah integrasi yang kontroversial, pelanggaran hak asasi manusia, ketimpangan pembangunan, serta marginalisasi Orang Asli Papua (OAP). Temuan penelitian menunjukkan bahwa perdamaian berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui perubahan mendasar pada tiga aspek utama.

Pertama, perlunya transformasi dari dominasi pendekatan keamanan menuju pendekatan yang lebih holistik dan humanis. Kedua, penguatan tata kelola pemerintahan yang responsif, akuntabel, dan berkeadilan. Ketiga, peningkatan partisipasi bermakna OAP dalam seluruh proses pengambilan keputusan strategis terkait Papua.

Mayjen TNI J. Binsar P. Sianipar menyebut kondisi saat ini sebagai morphostasis, yakni situasi stagnan yang menghambat perubahan struktural. Berbagai upaya dialog yang pernah dilakukan sejak era Presiden B.J. Habibie hingga Abdurrahman Wahid dinilai belum mencapai titik temu akibat perbedaan mendasar dalam memandang masa depan Papua.

Ia juga mengevaluasi implementasi Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid I dan II secara konstruktif. Menurutnya, kebijakan tersebut masih memerlukan penyesuaian mendalam agar benar-benar menyentuh akar persoalan serta mengurangi ketidakadilan struktural yang masih dirasakan masyarakat Papua.

Disertasi ini turut memetakan konflik Papua sebagai konflik berlapis, yakni konflik vertikal antara pemerintah pusat dan kelompok separatis, serta konflik horizontal di internal masyarakat Papua—antar etnis, agama, dan kelompok sosial—yang dipicu oleh perebutan sumber daya alam dan ketimpangan ekonomi. Pemahaman terhadap lapisan konflik ini dinilai krusial dalam merumuskan solusi yang tepat dan berkelanjutan.

Model Resolusi Konflik Berbasis Akar Masalah
Sebagai kontribusi utama, Mayjen TNI J. Binsar P. Sianipar mengusulkan model resolusi konflik berbasis akar masalah yang memadukan pendekatan keadilan transisional, rekonsiliasi, dan desentralisasi asimetris sesuai dengan kekhasan Papua.

Gagasan sentral yang ditawarkan adalah pembentukan Papua Governance Council, sebuah badan independen yang melibatkan negara dan para pemangku kepentingan utama, seperti Majelis Rakyat Papua (MRP), DPR Papua, Dewan Adat Papua, gereja, tokoh adat, perempuan, pemuda, serta perwakilan Orang Asli Papua, termasuk OAP pendatang.

Dewan ini dirancang memiliki tiga fungsi strategis, yakni sebagai ruang dialog kultural yang menghargai keberagaman Papua, sebagai mekanisme veto etik terhadap kebijakan keamanan agar lebih humanis, serta sebagai pengawas arah pembangunan Papua agar berjalan adil dan inklusif.

Model apresiasi dan rekonsiliasi yang ditawarkan menekankan penghargaan terhadap keberagaman budaya, sejarah, dan identitas Papua. Mayjen TNI J. Binsar P Sianipar menegaskan, “Perdamaian hanya mungkin terwujud apabila negara bersedia mendengar dengan pendekatan kultural dan membangun ulang relasi dengan masyarakat Papua diatas fondasi keadilan serta penghormatan terhadap martabat manusia.”

Apresiasi Akademik
Sidang disertasi dipimpin oleh Prof. Dr. Drs. Supriatna, M.T. selaku Ketua Sidang. Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri bertindak sebagai promotor, didampingi Dr. Drs. Arthur Josias Simon Runturambi, M.Si. dan Dr. Amanah, M.A. sebagai ko-promotor.

Tim penguji terdiri atas Prof. Yon Machmudi, S.S., Ph.D. selaku ketua, bersama Prof. Dr. Drs. Semiarto Aji Purwanto, M.Si., Dr. Puspitasari, S.Sos., M.Si., Dr. Eko Daryanto, S.E., M.Si., M.M.T., serta Dr. Ian Montratama. Para penguji memberikan apresiasi tinggi terhadap disertasi tersebut, yang dinilai tidak hanya memiliki kontribusi akademik, tetapi juga relevan sebagai rujukan kebijakan strategis bagi masa depan Papua.

Muhammad Reza Rustam, Ph.D., turut menegaskan signifikansi riset ini dengan menyatakan, “Disertasi ini mengirim pesan kuat bahwa perdamaian tidak lahir dari pendekatan keamanan semata, melainkan dari keberanian negara untuk menyelesaikan akar masalah dan membuka ruang dialog yang setara.”

Di tengah kompleksitas dinamika konflik Papua, disertasi Mayjen TNI J. Binsar P. Sianipar menghadirkan kerangka pemikiran berbasis riset mendalam, pendekatan yang menghargai keberagaman, serta solusi yang menempatkan dialog dan keadilan sebagai fondasi perdamaian. Sebuah refleksi penting, tidak hanya bagi dunia akademik, tetapi juga bagi arah kebijakan nasional Indonesia ke depan.(**) Rif

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *