Melacak Jejak Sertifikat ‘Hantu’ di Parigi: Bisakah Keadilan Ditegakkan Kembali?

  • Whatsapp

PARIGI-MEDIA ONLINENEWS.ID// Sebuah sengketa tanah yang rumit menguak dugaan praktik sertifikat ‘hantu’ dan ironi hukum di Kabupaten Parigi. Sardin Manoarfa, warga Desa Malakosa, Kecamatan Balinggi, yang telah menguasai dan menggarap sebidang tanah secara puluhan tahun, harus menelan kekalahan di semua tingkatan pengadilan hingga Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Kemenangan justru diraih oleh Hj. Hamsa, pihak yang namanya tercatat sebagai pemegang sertifikat, meski diduga tak pernah menguasai fisik tanah tersebut.

Kronologi Hukum yang Panjang dan Kekalahan Final
Kasus ini telah menempuh perjalanan hukum yang panjang.Meski semula dimenangkan Sardin di pengadilan tingkat pertama, kemenangan itu berbalik pada tingkat banding. Upaya kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung pun akhirnya memenangkan Hj. Hamsa selaku pemegang sertifikat, menjadikan putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Kuasa hukum Hj. Hamsa menegaskan, pihaknya hanya mengikuti putusan yang telah final.

Muat Lebih

Sertifikat Bermasalah dan Nama-Nama yang Dicatut
Kekalahan Sardin memantik pertanyaan publik terhadap keabsahan sertifikat yang dipegang Hj.Hamsa. Beberapa nama yang tercantum dalam serangkaian sertifikat (SHM No. 11xx-11xx) mengaku tidak tahu menahu.

· Salah seorang (disebut pihak Y) berkata, “Saya tidak pernah menjual tanah tersebut. Orangnya saja tidak saya kenal.”bahkan saya tidak pernah memegang sertifikatnya. “Sertifikat saja tidak pernah saya tau, apalagi saya pegang. Baru saya tau kalau ada nama saya di sertifikat tersebut,” ujarnya. Ia mengungkap pernah ditawari uang, yang akhirnya diterimanya karena keadaan.
· Penjelasan berbeda datang dari pihak lain (berinisial T) yang mengaku pernah menjual tanah waktu itu belum bersertifikat. Namun, pernyataannya justru menguatkan kecurigaan: “Benernya, ada dengan tidak ada sertifikat tidak ada sangkut pautnya sama saya, karena itu yang buat bukan saya. Itu dulu dari kelompok tani.” Pernyataan ini mengindikasikan transaksi tanah yang semula adalah bantuan negara untuk digarap.

Dugaan Cacat Prosedur dan Modus yang Meluas,Kasus ini telah menyulut kekhawatiran akan cacat yuridis dalam penerbitan sertifikat.masyarakat mendesak Kantor Pertanahan (Kantah) Parigi dan BPN untuk melakukan audit menyeluruh. Kekhawatiran bertambah karena dugaan bahwa kasus Sardin bukanlah insiden tunggal. Banyak warga melaporkan pola serupa: nama mereka dicatut dalam sertifikat tanpa pengetahuan, lalu dokumen itu digunakan untuk mengklaim tanah miliknya.

Tuntutan Publik agar Negara Hadir
Polemik ini memantik tuntutan agar negara hadir melindungi warga kecil.Masyarakat mendesak:

1. Audit menyeluruh oleh BPN terhadap penerbitan sertifikat yang dipertanyakan.
2. Penelusuran transaksi tanah-tanah yang berasal dari tanah negara atau tanah ulayat yang diperjualbelikan.
3. Tindakan tegas dan transparan dari pemerintah serta penegak hukum untuk mengungkap kebenaran dan mengembalikan rasa keadilan.

Inti Sengketa:

· Penggugat: Sardin Manoarfa (penggarap fisik tanah puluhan tahun).
· Tergugat: Hj. Hamsa (pemegang sertifikat).
· Lokasi: Desa Malakosa, Kecamatan Balinggi, Parigi.
· Isu Kunci: Keabsahan sertifikat yang diragukan, kekalahan penguasa fisik tanah di pengadilan, dan dugaan modus sertifikat ‘hantu’ yang meluas.

Kasus ini menunggu tindakan konkret otoritas terkait untuk mengaudit prosedur pertanahan dan memastikan hukum berpihak pada keadilan substantif, bukan sekadar kepemilikan dokumen yang dipertanyakan. (Rut)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *