Meminta Pada Jaksa Agung Juga Istana Untuk Libas Semua Kasus Korupsi

  • Whatsapp

MEDIA ONLINENEWS.ID//Siap pasang badan bahkan siap turun langsung ke lapangan bekerja team dengan jaksa jika ada jaksa dan organ dalam KEJAKSA’AN yg mencoba bermain didalamnya siap di sikat habis sampai akar-akarnya juga termasuk KPK dll

Kembali mencuat nama bang DHONY IRAWAN HENDRA WIBAWA SH.MH.MHE (37) Kadiv.investigasi sekaligus wartawan dan pimpinan media online di beberapa perusahaan media akan turun gunung dan kembali mengambil tugas jika KPK dan Kejaksaan baik Polri atau TNI juga instrumen di dalam nya tidak segera ambil tindakan tegas dan terukur jika masih ada kecurangan di dalam nya sampai terlibat dan menutupi korupsi karena ada pesanan oleh pejabat,baik jendral,menteri,dll semua akan di sikat tanpa ampun kalau ternyata jabatan hanya di jadikan kedok topeng monyet belaka.

Muat Lebih

Pasal 603 KUHP Baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) ditempatkan dalam Bab XXXII tentang Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan ini merupakan kodifikasi ulang dari inti delik korupsi unlawful enrichment yang sebelumnya diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.

Secara teoritis, Pasal 603 KUHP Baru memiliki empat karakter mendasar:

Delicta Communia artinya dapat dilakukan oleh siapa saja;
Delik Materil yang mensyaratkan akibat berupa kerugian negara;
Modifikasi Sistem Delphi merupakan suatu metode penyempurnaan dari model pemberantasan korupsi berdasarkan sistem klasifikasi delik inti (core crime);
Core Crime dari Pasal 2 ayat (1) UU Pemberatasan Tipikor dalam artian bahwa inti perbuatan korupsi berupa perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.
Pasal 603 KUHP Baru Sebagai Delicta Commune

Frasa “Setiap Orang” Sebagai Penanda Delik Umum. Pasal 603 merumuskan: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara…”

Karena Pasal 603 KUHP Baru tidak mensyaratkan “pejabat publik”, dapat diterapkan kepada warga biasa, dan dapat diterapkan kepada korporasi, maka secara doktrinal ia termasuk delik umum (delicta commune). Berbeda dari Delicta Propria Pasal 604 KUHP Baru yang mewajibkan pelaku adalah pejabat publik, sehingga merupakan delicta propria. Hal ini menegaskan karakter Pasal 603 sebagai delik umum yang lintas-subjek.

Pasal 603 KUHP Baru sebagai Delik Materil

Pasal 603 KUHP Baru dikatakan sebagai delik materil karena mengharuskan adanya unsur akibat: “Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara” sebagai unsur utama.

Delik materil adalah delik yang dianggap selesai bukan saat perbuatan dilakukan, tetapi setelah akibat terjadi.

Unsur kerugian negara dalam Pasal 603 merupakan unsur esensial, sehingga Perbuatan belum sempurna sebelum kerugian negara terbukti, dan harus ada hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian negara, serta Kerugian negara harus bersifat nyata (actual loss), bukan sekadar potensi.

Pasal 603 KUHP Baru (UU Nomor 1 Tahun 2023) ditempatkan dalam Bab XXXII tentang Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan ini merupakan kodifikasi ulang dari inti delik korupsi unlawful enrichment yang sebelumnya diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.

Secara teoritis, Pasal 603 KUHP Baru memiliki empat karakter mendasar:

Delicta Communia artinya dapat dilakukan oleh siapa saja;
Delik Materil yang mensyaratkan akibat berupa kerugian negara;
Modifikasi Sistem Delphi merupakan suatu metode penyempurnaan dari model pemberantasan korupsi berdasarkan sistem klasifikasi delik inti (core crime);
Core Crime dari Pasal 2 ayat (1) UU Pemberatasan Tipikor dalam artian bahwa inti perbuatan korupsi berupa perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.
Pasal 603 KUHP Baru Sebagai Delicta Commune

Frasa “Setiap Orang” Sebagai Penanda Delik Umum. Pasal 603 merumuskan: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara…”

Dhony Irawan Hendra Wibawa Sh.Mh.Mhe menyatakan bahwa delicta commune adalah delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak mensyaratkan kualitas khusus pelaku seperti jabatan atau profesi tertentu Sedangkan delicta propria adalah tindak pidana yang hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memenuhi kualifikasi atau memiliki kualitas tetentu misalnya pegawai negeri, pelaut, militer.

Karena Pasal 603 KUHP Baru tidak mensyaratkan “pejabat publik”, dapat diterapkan kepada warga biasa, dan dapat diterapkan kepada korporasi, maka secara doktrinal ia termasuk delik umum (delicta commune). Berbeda dari Delicta Propria Pasal 604 KUHP Baru yang mewajibkan pelaku adalah pejabat publik, sehingga merupakan delicta propria. Hal ini menegaskan karakter Pasal 603 sebagai delik umum yang lintas-subjek.

Pasal 603 KUHP Baru sebagai Delik Materil

Pasal 603 KUHP Baru dikatakan sebagai delik materil karena mengharuskan adanya unsur akibat: “Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara” sebagai unsur utama.

Delik materil adalah delik yang dianggap selesai bukan saat perbuatan dilakukan, tetapi setelah akibat terjadi.

Unsur kerugian negara dalam Pasal 603 merupakan unsur esensial, sehingga Perbuatan belum sempurna sebelum kerugian negara terbukti, dan harus ada hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian negara, serta Kerugian negara harus bersifat nyata (actual loss), bukan sekadar potensi.

Dhony Irawan Hendra Wibawa SH.MH.MHE menegaskan bahwa delik materil mensyaratkan pembuktian empiris atas akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan (Satjipto Rahardjo 2014 : 118).

Pasal 603 sebagai delik materil mengandung konsekuensi pada pembuktian yang lebih teknis dan kompleks. Oleh karena itu, Pasal 603 ini memerlukan adanya : 1).Perhitungan kerugian negara (BPK/BPKP), 2).Pembuktian actus reus (perbuatan memperkaya diri), 3).Pembuktian unsur melawan hukum, dan 4) Pembuktian hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian keuangan atau perekonomian negara . Hal ini membedakannya dari delik formil Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor yang tidak memerlukan akibat nyata. Penuntut Umum lebih mudah membuktikan delik lebih, karena cukup menunjukkan bahwa perbuatan berpotensi (potential loss) merugikan negara.

Modifikasi Sistem Delphi dalam Pasal 603 KUHP Baru

Konsep Dasar Sistem Delphi dalam doktrin korupsi kontemporer, Sistem Delphi merupakan model klasifikasi delik korupsi berdasarkan “tingkat esensialitas” terhadap kerusakan sistem publik ( Jeremy Pope 2000 : 44) . Sistem ini membagi delik menjadi: 1) Core Crime – delik inti atau “paling esensial” yang menjadi pusat dari keseluruhan rangkaian kejahatan ; 2). Adjacent Crime – delik terkait yang merupakan tindak pidana yang berhubungan langsung dengan core cime, namun tidak menjadi unsur utama, perannya memperkuat, memfasilitasi, atau menutupi tindak pidana inti; dan 3). Supporting Crime – delik pendukung atau instrumental. Core crime berupa perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, Adjacent cime misalnya pemalsuan dokumen untuk merekayasa laporan penggunaan anggaran dan Supporting crime misalnya penghilangan barang bukti. Indonesia melalui KUHP Baru mengadopsi pola serupa dalam restrukturisasi delik korupsi, terutama dalam delik Pasal 603–606 KUHP Baru.

Pasal 603 sebagai Modifikasi Sistem Delphi ditempatkan sebagai Core Crime dalam kelompok delik korupsi KUHP Baru, karena sifatnya: berorientasi pada kerugian negara, tidak membutuhkan kualitas pelaku, fokus pada tindakan memperkaya diri secara melawan hukum, dan sesuai dengan model korupsi “unlawful enrichment” dalam UNCAC (UNODC 2015 : 148).

Struktur KUHP Baru menunjukkan adanya reklasifikasi delik menuju Delphi-structured offences, di mana Pasal 603 menjadi inti kluster.

Pasal 603 KUHP Baru sebagai Core Crime Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor

Dalam doktrin hukum pidana core crime merujuk pada delik inti yang mencerminkan substansi utama suatu jenis kejahatan. Dalam konteks korupsi delik memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara adalah inti filosofis dan yuridis tindak pidana korupsi.

a. Kesamaan Unsur Pasal 603 merupakan kodifikasi ulang dari Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara…”

Unsur-unsur antara Pasal 603 dan Pasal 2 ayat (1) identik, yakni : 1) Unsur Subjek: setiap orang; 2) Unsur Perbuatan: memperkaya diri; 3). Unsur Sifat: melawan hukum; dan 4) Unsur Akibat: kerugian negara.

b. Mengapa Disebut Core Crime

Dhony Irawan Hendra Wibawa SH.MH.MHE menyebutkan bahwa Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor merupakan delik utama (core crime) korupsi di Indonesia karena menyerang langsung menyebutkan bahwa delik inti adalah perbuatan yang secara langsung merusak nilai hukum yang hendak dilindungi oleh pembentuk undang-undang Nilai hukum yang dilindungi Pasal 603 adalah keuangan negara dan perekonomian negara, sehingga sifatnya fundamental.

KUHP Baru mengadopsi delik ini sebagai delik pertama dalam kluster korupsi (Pasal 603), dan delik yang memiliki struktur unsur paling lengkap, serta delik yang paling luas jangkauannya karena dapat menjerat siapa pun termasuk Korporasi.

c. Hubungan “Lex Specialis”

Meskipun KUHP Baru mengatur delik inti, UU Pemberantasan Tipikor tetap berlaku sebagai lex specialis. Pasal 603 tidak menggantikan Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor. Undang-undang Pemberantasan Tipikor tetap berlaku sebagai asas lex specialis derogat legi generali, sehingga pengaturan korupsi dalam KUHP Baru tidak serta merta mencabut berlakunya UU Pemberantasan Tipikor. Tetapi menjadi kodifikasi nasional, dan harmonisasi dengan sistem pidana umum, serta referensi untuk penataan kembali struktur delik korupsi.

Simpulan

Pasal 603 KUHP Baru memiliki empat karakter utama:

Delicta Commune atinya dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk korporasi.
Delik Materil sebagai delik dianggap selesai setelah timbul kerugian keuangan negara dan memerlukan pembuktian kausalitas.
Modifikasi Sistem Delphi berupa metode penempatan Pasal 603 menjadi delik inti dalam model klasifikasi delik korupsi versi KUHP Baru.
Core Crime dari Pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor dalam arti merupakan adopsi langsung dari delik memperkaya diri secara melawan hukum yang merugikan negara.
Dengan demikian, Pasal 603 KUHP Baru adalah delik inti dalam arsitektur pemberantasan korupsi Indonesia, sekaligus jembatan (bridging rule) antara KUHP Baru dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (**)

Laporan : Team Cyber Army Indonesia
jabatan : Admin Bidang Tipikor

[Redaksi]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *