ACEH – MEDIA ONLINENEWS.ID//Forbina menilai kasus KPPA di Aceh Barat adalah potret nyata lemahnya pengawasan dan ketegasan pemerintah daerah. Fakta sudah jelas, sejak 2023 KPPA tidak memiliki RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) yang merupakan syarat mutlak dalam operasional tambang. Tanpa RKAB, setiap aktivitas produksi jelas ILEGAL.
Yang menjadi pertanyaan besar, bagaimana mungkin aktivitas tetap berjalan? Apakah Bupati Aceh Barat, DPRK, dan Gubernur Aceh tidak mengetahui hal ini, atau justru sengaja membiarkan?
Sejak 2023, tanpa RKAB, bagaimana KPPA bisa memproduksi hingga hari ini? Di mana PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang seharusnya masuk ke kas daerah? Jika produksi tetap berlangsung, maka negara dirugikan, daerah tidak memperoleh haknya, dan masyarakat jelas ditipu.
Bupati Aceh Barat wajib menuntut KPPA! Karena yang terjadi hari ini adalah kerja tambang yang ilegal atas ilegal. Hebat sekali KPPA bisa bekerja tanpa dokumen resmi, tapi bagaimana nasib para investor yang sudah menanamkan modal? Mereka jelas dirugikan dan ditipu.
Direktur Forbina, Muhammad Nur, S.H., menegaskan bahwa tanpa RKAB yang sah, KPPA tidak diperbolehkan melakukan aktivitas penambangan. “Itu jelas ilegal dan melanggar ketentuan peraturan perundangan sektor pertambangan. Bupati dan DPRK jangan diam, karena pembiaran sama saja ikut menanggung kesalahan,” tegasnya.
Forbina juga menyoroti sikap pemerintah daerah dan DPRK yang seolah memilih membisu. Bukankah mereka punya kewajiban mengawasi kepentingan rakyat dan memastikan tata kelola pertambangan berjalan sesuai aturan?
Tak kalah penting, di mana Inspektur Tambang dan Surveyor Produksi sejak 2023? Bagaimana mungkin kegiatan tambang tanpa RKAB bisa berlangsung tanpa hambatan? Apakah mereka menutup mata?
Atas dasar itu, Forbina mendesak Polda Aceh bersama Gakkum KLHK untuk segera turun tangan, memeriksa perkara ini, dan bertindak cepat. Jangan biarkan tambang ilegal berkedok legalitas setengah hati merusak wibawa hukum dan menipu rakyat. (Ade / Pdtry)