KEPADA manusia Allah berkehendak meminjam harta. Sebagian besar di antara manusia merasa berat, bahkan kikir. Bertransaksi dengan Allah, boleh diumumkan secara terbuka, tetapi merahasiakannya itu lebih baik.
Bumi telah dihamparkan, gununng-gunung diperintah menjadi pasak. Tanpa penyangga, langit telah didirikan bersama cahaya bernama matahari bulan juga bintang.
Dari laut, hujan dipanggil. Dan biji-bijian ditumbuhkan bersama hewan ternak agar manusia bisa makan sepuas-puasnya.
Tidak satu pun manusia bisa medustakannya. Sungguh di depan mata semua itu nyata. Apa yang memberati manusia ketika Allah meminta pinjaman barang sedikit untuk mencukupkan keperluan guna menahan melebarnya pandemi?
Maha benar Dia, ketika berfirman, “Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak.” (Albaqarah: 245)
Tidak ada keraguan sedikitpun, tentang kehendak Allah. Transfer yang tulus, balasannya dipastikan cukup banyak, di luar perhitungan manusia.
“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (At-Talaq:7).
Allah akan ridha menerima transfer pinjaman melalui nomor rekening 1441 H (sedekah) dengan persyaratan khusus.
“Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” ( Al-Baqarah : 271).
Kikir, bakhil medit, dan pelit, tetap saja menutupi kebenaran yang terang-benderang. Sebagian besar manusia tidak peduli terhadap resiko dan acaman yang berat.
“Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami buat perhitungan terhadap penduduk negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan, di hari akhir,” (Ay-Talaq : 8).
Ihwal meminjamkan harta kepada Allah, HR. Bukhari meriwayatkan, sabda Rasulullah, “Aku teringat sekeping emas yang tertinggal di rumahku. Aku tidak suka kalau ajalku tiba nanti, emas tersebut masih ada padaku sehingga menjadi penghalang bagiku ketika aku ditanya pada hari Hisab nanti. Oleh karena itu, aku memerintahkan agar emas itu segera dibagi-bagikan.”
Bambang Wahyu Widayadi
Putat, 27-4-20