PEPATAH Melayu yang sangat populer untuk menyindir secara halus terhadap tingkah laku manusia adalah gajah di pelupuk mata tak nampak, tetapi kuman di seberang laut kelihatan.
Waktu terus bergerak mendekati jarum dunia di ambang runtuh. Nyaris, hampir seluruh mata manusia menjadi terbalik.
Diperlihatkan hal-hal yang besar, seperti angin ribut, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor, hati manusia tidak ada rasa takut, kecuali hanya sebentar, kemudian melupakannya.
Saat ini, tahun 2020, dipertontonkan makhluk yang sama sekali tidak kasat mata, manusia se dunia kalang kabut, melebihi perang dunia.
Manusia geger mencari cara bagaimana menangkal kawanan virus yang tidak setiap mata mudah melihatnya, di mana makhluk itu bersembunyi.
Lalu diciptakan metode jaga jarak, seperti tulisan yang banyak dipasang di bokong mobil angkutan barang.
Jaga jarak adalah isyarat pembatasan interaksi agar kendaraan di belakang tidak benjut karena mencium pantat.
Berikutnya, metode jaga jarak itu ditingkatkan menjadi protokol kesehatan. Negara menyatakan begitu, namun kemudian tidak sedikit yang menerobos dan melawannya.
Upaya jaga jarak adalah terali besi alias penjara sementara untuk memisah manusia yang satu dengan yang lain guna memotong jejaring pembantaian massal.
Memang benar, tidak semua orang betah dengan isolasi tanpa cadangan pangan.
Tetapi manusia tidak menyadari, ketika hari pembalasan diturunkan, akan ada isolasi yang jauh lebih pahit. Tidak satupun manusia mampu menawar, apa lagi melawan.
Pada hari penghitungan tingkah laku, yang terjadi bukan hanya jaga jarak, tetapi memang manusia akan dipaksa untuk tercerai berai, karena adab patembayan dan paguyuban tidak diberlakukan.
Bapak tidak kenal anak, suami tidak kenal istri, saudara tidak kenal sepupu, kakek tidak kenal cucu.
HIdup dalam hari yang dijanjikan, tidak satupun orang bisa menggunakan tameng buatan negeri gotong-royong, kecuali orang-orang yang di hatinya ada lukisan jalan yang lurus. Di dalam hatinya ada Nur Muhammad. Di dalam hatinya ada nyala cahaya api tanpa pemantik.
Pada masanya, seluruh manusia akan bersimpuh tak berdaya di depan Hakim Agung Yang Maha Adil.
Pada masanya kamu tidak bisa menyembunyikan hasil pungutan liar yang kamu lakukan dalam membangun sejuta proyek tempo hari.
Kamu hanya bisa berdiri terpukau seperti ketika kamu menunggu tukang buah menimbang belanja pada suatu siang, karena kamu merasa haus dan gerah.
Bambang Wahyu Widayadi