PEREKONOMIAN Indonesia dalam warna biru muram menghadapi ancaman serdadu tanpa wajah, yakni Corona yang semakin menggila.
Presiden Joko Widodo berseru, para pemegang modal (seluruh bank tanpa kecuali) untuk menunda kewajiban angsuran pokok dan bunga bagi para debitur.
Setidaknya, kata Presiden Jokowi, bisa mundur setahun. Periksa jejak seruan di https://www.cnbcindonesia.com/market/20200324131204-17-147248/cicilan-sederet-kredit-ditangguhkan.
Salah satu Bank, dan celakanya itu BUMN, sepertinya malah bersikap melawan, tidak bersedia mengindahkan seruan Presiden.
Salah satu Bank dalam kategori terbesar milik pemerintah justru menyatakan, bahwa kriteria debitur terdampak Corona belum dijelaskan detail dan terperinci oleh BI dan LPS. Jadi mohon pidato Presiden jangan dijadikan alasan untuk tidak mengangsur.
Dilihat dari kacamata mana pun, seruan Presiden Joko Widodo berada dalam jalur yang lurus. Dari sisi agama, seruan Presiden Joko Widodo itu dibenarkan.
“Tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman,” simak di Al-Baqarah, Ayat 278.
Lebih ditegaskan lagi, “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” Periksa pada Al-Baqarah Ayat 280.
Ada yang bilang Presiden Jokowi sedang ngibul. Loh ngibul apanya? Dia berkata benar, para pengelola bank sajalah yang bertingkah, karena tidak paham.
Ketidakpahaman itu menular, merasuki salah satu bank milik daerah di kabupaten Gunungkidul. Lembaga keuangan yang menghimpun duit dari kantong warga Handayani juga ikutan pongah, tetap menagih angsuran pokok dan bunga.
Sikap para Bankir, nenurut saya adalah melecehkan seruan Presiden. Penegak hukum tidak melihat, pada para Bankir sedang melawan Presiden. Kita tunggu tindakan aparat.
Bambang Wahyu Widayadi