Ditolak Warga, Tambang Tumpang Pitu Banyuwangi Diminta Berhenti Beroperasi

  • Whatsapp
Demo warga Banyuwangi di Kantor Gubernur Jatim tolak tambang tumpang pitu (foto: Yudhie).

SURABAYA – OnlineNews | Pengoperasian tambang tumpang pitu di Banyuwangi menuai penolakan warga setempat, karena selain akan mengganggu ekosistem setempat, tambang tersebut akan memunculkan konflik sosial antar warga.

Atas penolakan tersebut, DPRD Jatim mendesak pihak pengelola, PT Bumi Suksesindo (BSI) agar pengoperasian pertambangan tumpang pitu di Banyuwangi dihentikan sementara.

Muat Lebih

Anggota Komisi D DPRD Jatim, Sabron Djamil Pasaribu meminta Pemprov Jatim turun tangan untuk melakukan investigasi permasalahan di lokasi pertambangan.

“Ada penolakan tentunya ada dampak yang merugikan bagi warga. Kami minta dilakukan investigasi. Jangan sampai ada yang dirugikan terkait pertambangan di sana,” katanya, Rabu (19/02/2020).

Sabron berharap, permasalahan penolakan pertambangan tumpang pitu segera diselesaikan sehingga tidak menimbulkan konflik mengingat saat ini di Jatim sedang dalam kondisi kondusif.

“Jatim jadi barometer nasional sebagai wilayah yang kondusif. Ini harus dijaga,” tegasnya.

Dalam waktu dekat, Komisi D DPRD Jatim akan mengusulkan agar pihak terkait turun ke Banyuwangi untuk mengetahui masalah tersebut.

Sebelumnya, puluhan warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggran, Banyuwangi menggelar aksi Ngonthel atau bersepeda angin bersama dari Banyuwangi ke Surabaya, untuk menemui Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

Kepada Gubernur Jatim, mereka ingin menyampaikan penolakan atas rencana eksplorasi tambang emas yang hendak dilakukakan PT Bumi Sukses Indo (BSI) dan PT Damai Sukses Indo (DSI), anak perusahaan Merdeka Cooper Gold, di desa mereka.

Yang jadi sasaran eksploitasi pertambangan adalah  Gunung Salakan, Lompongan dan Genderuwo dan sekitarnya.

Kedua perusahaan pertambangan tersebut diberikan izin di kawasan pesisir selatan Banyuwangi. Yakni di Gunung Tumpang Pitu dan Gunung Salakan yang merupakan Kawasan Rawan Bencana (KRB).

Warga menolak penambangan tersebut karena akan berdampak mata air kering dan akan menimbulkan dampak sosial lainnya bagi warga Banyuwangi khususnya di sekitar lokasi pertambangan. (Yudhie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *