Penyeberangan di Indonesia Terancam Kolaps, Presiden Diminta Turun Tangan

  • Whatsapp
Anggota DPRD RI, Bambang Haryo Soekartono.

SURABAYA – OnlineNews | Tarif penyeberangan kapal ferry belum juga ditetapkan meski telah diusulkan Kementerian Perhubungan sejak akhir tahun lalu.

Hal dikarenakan usulah harus dikaji kembali oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves).

Muat Lebih

Anggota DPRD RI, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, keterlibatan Kemenko Marves dalam evaluasi tarif penyeberangan bertentangan dengan semangat Inpres No. 7/2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.

“Kemenko Marves justru menghambat kemudahan berusaha karena birokrasi makin panjang dan bertele-tele, tidak sesuai dengan jargon Presiden Jokowi memangkas regulasi dan birokrasi,” ujarnya, Selasa (21/01/20).

Sejak era Orde Baru, birokrasi evaluasi tarif telah dipangkas dengan menghilangkan mekanisme melalui DPR RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 21/1992 tentang Pelayaran.

Ketentuan ini diperkuat dengan PP No. 82/1999 tentang angkutan di perairan, yang menyebutkan penetapan tarif cukup melalui Menteri Perhubungan.

“Orde Baru sekalipun menyadari tarif angkutan adalah masalah krusial karena menyangkut keselamatan penumpang dan logistik. Seharusnya pemerintahan Jokowi yang berorientasi maritim lebih sensitif dan responsif,” tuturnya.

Bambang Haryo menilai, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, terkesan tidak mengerti sektor transportasi dan maritim, sehingga lamban merespons usulan tarif penyeberangan.

Menurut dia, dampak kenaikan tarif terhadap harga barang yang diangkut hanya 0,05% sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

“Kenaikan itu mungkin kecil bagi pemilik barang, tetapi besar artinya bagi angkutan penyeberangan untuk menjaga kelangsungan usaha dan menjamin keselamatan nyawa publik,” ujarnya.

Evaluasi tarif penyeberangan sebenarnya bukan domain Menko Marves, melainkan Menko Perekonomian. Jika pun terlibat, Menko sebaiknya hanya mengawasi dan membantu agar birokrasinya lancar. Bukan justru menciptakan birokrasi baru.

“Saya khawatir angkutan penyeberangan berhenti operasi dalam waktu dekat karena kesulitan membayar gaji karyawan dan kewajiban lain. Hal itu berdampak perputaran ekonomi akan terhenti,” katanya.

Oleh karena itu, dia mendesak Presiden Joko Widodo memperhatikan masalah ini karena sudah molor cukup lama, sementara kondisi usaha penyeberangan nasional semakin kritis.

“Selain terganjal birokrasi, sektor pelayaran kini dibebani banyak regulasi baru yang menambah biaya hingga 100%, belum termasuk kenaikan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP),” imbuhnya. (Yudhie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *