TAWON GUNG KELUAR DARI SARANG MENYERANG “ISTANA KEKUASAAN”

  • Whatsapp

GUNUNGKIDUL – Kamis Wage | Di Bulan September 2019, saya melihat di Indonesia terjadi peristiwa  paralel metaforik. Anda tidak bisa menelan mentah, ihwal yang saya tulis kali ini. Bacalah atas nama Tuhanmu, dengan logika dan hati nurani.

Kampus adalah sarang intelektual (baca: sarang tawong gung) yang sengatan upasnya sangat mematikan. Ini yang saya maksud dengan paralel metaforik.

Muat Lebih

Menjelang pelantikan presiden 20 Oktober 2019, sarang tawon gung itu sengaja disodok galah dari Senayan.

Selama 21 tahun (1998 hingga 2019) sarang itu adem ayem, tawon gung berhasil dijinakkan (dibungkam) oleh istana kekuasaan.

Pada medio September 2019 tangan kekuasaan legislatif  di Senayan menciptakan galah dengan (mengesahkan perubahan UU KPK) termasuk berencana mengubah 10 Pasal KUHP.

Mustajab dan cukup ces pleng, rasa keadilan tawon gung atas nama tawon-tawon yang lain terusik kemudian turun ke jalan.

UIN Sunan Kalijaga, UGM dan kampus lain melakukan gerakan menuju ke Jalan Gejayan Yogyakarta.

Satu keanehan besar pun terlihat, bahwa seolah-olah Wakil Rakyat di Senayan tak luput jadi bulan-bulanan para mahasiswa.

Pada titik ini saya melihat, bahwa banyak orang kehilangan cara berfikir jernih. Musabab mahasiswa bergerak itu karena disodok dengan dua galah bernama perubahan hukum dan keadilan.

Mikir sederhananya begini, kalau DPR RI tidak mengesahkan perubahan UU KPK dan tidak merencanakan mengubah 10 Pasal KUHP, para mahasiswa itu akan tetap jinak, berdiam diri di dalam kampus masing- masing.

Saya menduga (ini bisa salah, bisa benar), bahwa orang-orang Senayan dalam tempo super singkat mempunyai rencana besar untuk menggeser Presiden Jokowi.

Dalam hal ini, politik global kembali bermain. Amerika sesak nafas menyaksikan Indonesia begitu akrab dengan Peking. Satu-satunya cara untuk memisahkan keakraban itu dengan menggerakkan mahasiswa turun ke Senayan dan ke Istana Merdeka.

Sejarah mencatat, modus begitu pernah dilakukan 1965 dan 1998. Dengan cara yang sangat genial, kali ini diterapkan pada September-Oktober 2019.

Nah, halus banget kan, sehingga Anda tidak sempat tembus ke ranah berfikir jernih.

Jangankan Anda, Pak Mul (Moeldoko), Pak Wir (Wiranto), Pak Cudu (Ryamizard Ryacudu) dan Mas Yono (Hadi Tjahyono) pun gagap dan gagal membentengi rumah kekuasaan. (Wahyu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *