Pariwisata berbasis masyarakat, yang dikumandangkan Badingah bukan hanya main-main. Tidak sebatas membangun monumen batu tanpa makna kemudian menjadi tumpukan material yang menelan dana puluhan milyar rupiah seperti jejaknya di deretan Goa Ngingong Desa Mulo, kecamatan Wonosari dan sejenismya.
Satu poin lain, tidak kalah penting, fakir miskin dan anak terlantar. Seperti apa langkah strategis para Kandidat dalam menangani persoalan klasik kemiskinan. Hanya mau mengurangi angka kemiskinan, seperti yang sudah-sudah, atau memberi kekuatan kepada orang miskin.
Para Kandidat konsisten pada perintah UUD 1945, atau punya cara tersendiri (nggugu karepe dewe). Fakta tak terbantah, rakyat sejak Orde Lama, Orde Baru, hingga Orde Reformasi, belum melihat eksekusi holistik yang berpihak kepada kedaulatan yang ada di tangannya.
Kedaulatan rakyat direbut secara tidak fair. Saat ini kedaulatan jatuh ke tangan segelintir elit politik yang mengatasnamakan rakyat. Ini sangat konstitusional tetapi inkonstitusional.
Kiblat Gunungkidul adalah UUD 1945, bukan Amerika, Eropa, apalagi Cina. Kiblat Gunungkidul adalah Handayani.
Rakyat Gunungkidul yang 600 ribu telah memiliki hak pilih, perlu menjajaki kedalaman pikiran para kandidat. Rakyat harus memulai dari titik ini, berikutnya merambah ke lini lain.
Sebut saja misalnya perekonomian yang konon disusun secara bersama menganut azas kekeluargaan, tetapi faktanya, koperasi lebih menguntungan barisan struktural pengurus dan jajaran direksi. (Bambang Wahyu Widayadi)